Thursday, April 08, 2010

1

Pilihan…..

pilihan Hidup akan lebih ringan bila kita selalu menempatkan segala sesutu pada suatu bentuk pilihan. Kenapa? Karena kita akan bertanggung jawab terhadap apapun keputusan kita. Atau bahkan kita akan bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang menimpa kita, entah itu masalah, entah itu kesedihan entah itu rasa bahagia. Kita tanggungjawab, apapun yang terjadi di hidup kita, itu pilihan kita, dan itu tanggung jawab kita. Bahkan masalah yang terjadi menimpa kita karena kesalahan orang lain pun, itu tetap merupakan pilihan kita dan tanggung jawab kita. Dan tidak ada satu alasan pun kita bisa menyalahkan orang lain atas segala sesuatu yang menimpa kita, karena itu memang kita yang memilih, dan kita konsekuen dengan akibat dari pilihan kita.

Misalnya, jika suatu saat kita gagal dalam berbisnis. Didunia ini banyak orang yang gagal dalam bisnis. Dan untuk bangkit kembali atau malah tambah nglokro, itu pilihan kita. Tidak ada salah dan benar dalam pilihan kita. Yang penting kita tanggung jawab terhadap apapun yang kita pilih. Jika kita telah memilih dan kita tak tanggun jawab dengan pilihan kita, baru itu yang dinamakan salah.

Contoh lagi dalam kasus rumah tangga, terjadi keributan dalam rumah tangga, misalnya saja keributan itu dipicu karena salah satu meyakini ada orang ketiga dalam rumah tangga. Dan karena keduanya saling mempertahankan pendapatnya, atau bahkan salah satunya mutung dan menyebabkan permasalahan tambah parah, dan sampai terdengar oleh pihak keluarga besar, dan akhirnya diputuskan untuk bercerai. Dan kalo sudah bercerai ya sudah. Itu resiko hidp, kata sebagaian orang pasti begitu. Dan bagi kebanyak orang, perceraian itu terjadi akibat dari pertengkaran rumah tangga yang dipicu oelh hadirnya orang ketiga. Kita tetap menyebutnya dengan ‘akibat’. Dan arti kata akibat adalah sesuatu yang terjadi karena ada penyebab yang tidak kita harapkan. Dan kalo sudah dalam bentuk akibat, kita sudah tidak bisa apa-apa lagi, dan kemudian akan timbul sebuah bentuk penyesalan. Padahal kalo dilihat secara lebih bijaksana dan kita selalu menempatkan segala sesesuatu dalam bentuk pilihan, akan lebih mudah. Perceraian mungkin tetap terjadi, tapi bukan dalam bentuk akibat, tapi dalam bentuk tujuan. Coba kita bahas.

Misalnya untuk kasus diatas, kita lihatnya dari sebuah bentuk pilihan.

Salah satu pasangan, memilih untuk yakin bahwa ada orang ketiga yang hadir di tengah-tengah perkawinan mereka. Dan jika dia memilih untuk yakin, maka dia harus sadar akan konsekuensinya. Jika keyakinan dia itu bertujuan untuk hanya sekedar klarifikasi, tidak apa. Tapi apa bedanya dia mengklarfikasi berita itu, sementara dia sendiri sudah yakin kalo berita itu benar, karena dia memilih untuk percaya? Bukankah segala bentuk pilihan itu adalah sesuai dengan keyakinan hati saat dia menentukan pilihannya? Kalo dia punya tujuan yang baik, artinya tidak ada tujuan untuk perceraian, pasti dia akan ngomong seperti ini,”Mas atau dek, saya dapat berita bahwa kamu punya simpanan, saya memilih untuk tidak percaya berita itu, dan saya tidak akan berusaha mencari tahu. Dan misalnya berita itu mungkin memang benar, kamu akan menyakiti hatiku. Dan jika kamu menyakiti hatiku, aku memilih untuk pisah, karena aku memilih untuk tidak ada akan mengingat apapun tentang perjuangan perkawinan kita daripada hati ini tersakiti, karena hatiku ini diatas segala-galanya. Kuharap kami mengerti, dan karena aku tak ingin pisah, maka saya memilih tidak percaya berita itu.” Sudah, dan masalah itu bisa selesai dan tidak sampai pada bentuk pertengkaran yang akhirnya berakibat perceraian. Kalo memang itu tujuannya untuk tidak bercerai. Kalo memang bertujuan perceraian, yang tinggal memilih untuk percaya dan kita memilih untuk sakit hati dan kemudian memilih untuk bercerai.

Simple banget kalo dibuat bentuk sebuah pilihan.

Kasus lain misalnya, ada seorang perempuan yang selama hidupnya tersakiti oleh yang namanya laki-laki. Dan hal itu berakibat dia mati rasa, atau hatinya kebas. Benci banget sama yang namanya lelaki. Dipikirannya semua semua lelaki itu buaya, semua lelaki itu sampah, dan dia yakin dia akan bahagia tanpa laki-laki. Dan dia menutup hati kepada semua laki-laki, dan padahal ada seseorang yang begitu tulus mencintainya misalnya dan mau berkorban apapun untuk kebahagiannya. Karena dia sudah menutup hati maka dia tidak pernah tahu. Dan seluruh hidupnya dia tak sadar hidupnya sengsara karena diliputi dendam dan amarah terhadap semua lelaki.

Kita  telaah kembali berdasarkan bentuk pilihan.

Pilihan yang terjadi adalah, tersakiti, itu pasti, namun merasa menderita atau biasa saja, itu pilihan. Kalo misalnya perempuan itu memilih untuk biasa saja dan melanjutkan hidup tanpa merasa menderita, dan dia memilih pengalaman-pengalamn itu dijadiakan sebagai bentuk ujian hidup yang akan menempa dia menjadi perempuan yang lebih tinggi derajatnya dan syarat akan pengalaman. Maka pasti dia akan bertemu dengan pasangannya tadi yang kan mencintainya dengan sepenuh hati. Dan misalnya dia memilih untuk kebas dan menutup hati pada semua lelaki, maka dia juga akan melanjutkan hidup dengan ringan, walaupun tanpa lelaki. karena disaat dia memilih, pasti dia sudah memikirkan konsekuensi yang diambil.

So banyak sekali permasalahan di sekitar kita yang dapat kita selesaikan dengan mudah dan ringan, hanya dengan sebuah pilihan. Biasakan dalam mengambil keputusan apapun, atau menghadapi masalah apapun diawali dengan kata,” Saya memilih untuk ……………. karena …………………………….” dan kita telaah dulu, masing-masing konsekuensi dari pilihan kita. Jika kita bisa mengatasi akibat terburuk dari pilihan yang kita pilih, maka ambillah pilihan itu. Dan lanjutkan hidup dengan ringan.

Hal ini sebenarnya, adalah membedakan bentuk penyelesaian masalah dengan ati yang biasa kita sebut dengan emosi, dan penyelesaian masalah dengan Pikiran (akal sehat). Bentuk Pilihan itu ada di Pikiran, ada di logika. Sementara emosi ada di hati. Hati hanya bisa membedakan Benar dan Salah. Sementara pikiran membedakan Baik dan Buruk. Pikiran dulu baru hati. Aku Inget banget dengan kata-kata ini yang disampaikan oleh seseorang yang begitu dekat denganku. Artinya biarkan Pikiran yang memutuskan, pikiran yang memilih, dan baru melihat Hati kita menerima keputusan atau menerima pilihan itu apa tidak. Jika tidak, maka biarkan terjadi negosiasi antara keduanya. Dan apapun keputusan itu, biarkan pikiran yang menyampaikan hasil dari negosiasi.

Karena antara Baik dan Benar, dahulukan yang baik dulu, baru yang benar. Karena Benar, belum tentu baik jika disampaikan,tetapi jika untuk tujuan baik, salah pun boleh disampaiakan.

So, biasakan kita selalu memilih apa yang menjadi tujuan hidup kita, dan konsekuen dengan pilihan kita. Karena dengan kita memilih, kita menjadi subyeknya, kita yang mengendalikan. Ada pepatah, “jika kamu tidak memilih tujuan untuk hidupmu, maka hiduplah yang memilihkan tujuan hidup untukmu”. “Jika ada 2 pilihan dan kamu tidak bisa memilih salah satu, itu sudah merupakan bentuk pilihan.”

Bertambah umur, itu pasti, menjadi dewasa itu pilihan…

Disakiti,itu pasti, merasa menderita, itu pilihan…

Miskin, itu pasti, merasa bahagia, itu pilihan…

Gemuk itu pasti, merasa percaya diri itu pilihan….

So, Selamat memilih…

Friday, April 02, 2010

0

Apa sih yang kita tunggu?

Pernahkah kita bertanya seperti itu pada diri kita sendiri?

Menunggu merupakan sesuatu hal yang membosankan. Kita sering menunggu lamanya istri kita berdandan jika mau bepergian, nunggu di tempat antrian, bank misalnya. Dalam menunggu itu kita sering berpikiran,” ini adalah buang-buang waktu, harusnya kita bisa mengerjakan sesuatu yang menghaslkan daripada menunggu…”

Semua orang pasti pernah mengalami hal tersebut.

Namun, tanpa kita sadari, sesibuk apapun kita, waktu terus berjalan. Umur kita hari ini lebih tua daripada hari kemarin. Jatah hidup kita tiap hari makin berkurang, kematian kita makin hari makin dekat. Bahkan lebih dekat daripada yang kita sangka…

Jadi bisa dikatakan, sesibuk apapun kita, siapapun, apapun pekerjaan kita,  sebenarnya kita sedang menunggu kematian. Kemungkinan orang untuk tumbuh dewasa itu belum pasti, tapi kematian itu pasti, kemungkinan untuk nikah dan punya banyak anak, itu juga belum pasti, tapi kematian itu pasti. Kemungkinan untuk menjadi kaya dan terkenal, itu belum pasti, tapi kematian itu pasti. Jadi kita memang hanya dan hanya menunggu kematian di muka bumi ini.

So pertanyaannya adalah, sampai kapan kita akan menunggu? apa yang harus kita lakukan? Apakah kalo kita sakit misalnya, tidak usah berobat karena kita pasti akan mati?

Sebelum menjawab pertanyaan, coba kita perhatikan kegiatan orang yang dilakukan jika sedang menunggu sesuatu, di bank misalnya. Ada yang bermain-main dengan hp-nya entah itu sms ato buka-buka facebook, ada yang ngobrol dengan orang sampingnya, ada yang baca koran maupun brosur yang ada di bank, atau menunggu di luar ngobrol dengan satpam sambil merokok, dan lain-lain… Intinya mereka melakukan sesuatu untuk membunuh waktu menunggu.  Mengapa mereka tidak pulang dulu untuk melanjutkan aktifitas pekerjaan misalnya? Karena yang ditunggu tidak pasti waktunya. Yang pasti kita bisa tau berapa nomor antrian kita, berapa orang lagi yang harus dilayani sebelum kita. Tapi kita tidak tau jam berapa tepatnya kita akan dilayani. Karena dalam melayani orang, itu berbeda-beda waktunya, ada yang cepat dan ada yang lama.

Jika orang yang antri di bank tersebut bisa tau dengan pasti kapan dia akan dlayani, pasti dia akan melakukan sesuatu yang lebih pasti. Misalnya saja dia tau bahwa dia akan dilayani jam 14:00 tepat misalnya, maka dia akan kemana dulu, mengerjakan sesuatu yang berguna dulu, yang penting jam 14;00 tepat sudah ada di bank lagi.

Nah, menunggu kematian itu juga kita tidak tahu kapan datangnya. Kita akan “rugi” banyak jika hanya duduk menunggu kematian yang waktu datangnya tak pasti.

So, isilah waktu menunggu kita dengan hal yang berguna. Lakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat, agar lingkungan sekitar kita tahu bahwa kita pernah hidup…